Kenapa anak rentan mengalami kekerasan?
Karena anak dianggap lemah dan tidak berdaya melakukan perlawanan. Sehingga mudah untuk diancam, ditakut-takuti, dan dipaksa untuk menuruti kemauan pelaku. Anak yang dimaksud pada konteks ini adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Bagaimana bisa anak mendapatkan kekerasan dari orang yang bekerja di lembaga perlindungan anak?
Di Indonesia, perlindungan anak banyak difokuskan pada ancaman kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran ekonomi yang dilakukan orang tidak dikenal (asing), tetangga, pacar, teman, dan keluarga di masyarakat. Anak yang menjadi korban kekerasan kemudian mendapatkan layanan rehabilitasi dari lembaga perlindungan anak. Sehingga, setiap waktu mereka berinteraksi dengan staf atau pekerja yang mendampingi. Pada tahapan inilah, kita sering luput memikirkan kalau orang yang bekerja melindungi anak juga dapat berpotensi menjadi pelaku kekerasan terhadap anak. Celah kerentanan ini kemudian diperburuk dengan banyaknya lembaga perlindungan anak yang ternyata belum memiliki sistem perlindungan anak atau yang biasa disebut dengan Child Protection Policy (CPP) bagi pekerjanya.
Apa itu Kebijakan Perlindungan Anak?
Sebuah kebijakan perlindungan anak (kode etik perlindungan anak) yang bersifat internal, berupa langkah-langkah dari hulu ke hilir untuk mencegah penyalahgunaan, penelantaran, eksploitasi, dan kekerasan fisik, psikis, serta seksual pada anak. Sebagaimana diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA) dan instrumen hukum nasional di Indonesia pada lembaga perlindungan anak atau lembaga yang memiliki interaksi langsung dengan anak.
Bagaimana cara kerja Kebijakan Perlindungan Anak?
Kebijakan Perlindungan Anak dapat berbentuk Surat Keputusan (SK) yang mengatur kode etik setiap staf yang akan dan sedang bekerja di lembaga atau institusi yang berinteraksi langsung dengan anak. Hal ini bertujuan untuk mengikat dengan norma yang menjamin pemenuhan dan perlindungan anak di lembaga atau institusinya, berdasarkan pada Konvensi Hak Anak dan aturan hukum lainnya yang mengatur tentang perlindungan anak.Adapun contoh praktis pengaturannya adalah sebagai berikut:
Tahapan |
Kewajiban Lembaga/Institusi |
Rekrutmen staf |
|
Implementasi |
|
Dimana batasan ruang lingkup penerapan Kebijakan Perlindungan Anak?
Ruang lingkupnya meliputi internal lembaga/institusi, seluruh subjek atau staf yang bekerja di lembaga perlindungan anak, atau yang berinteraksi langsung dengan anak.Misalnya, di lembaga pendidikan (sekolah), maka subjek yang terikat dengan Kebijakan Perlindungan Anak meliputi; kepala sekolah dan jajaran pejabat lainnya, guru, pembina pramuka, pembina paskibraka, office boy, security, dan seluruh pihak terkait dalam aktivitas proses belajar mengajar di sekolah.
Lembaga/Institusi apa saja yang harus memiliki Kebijakan Perlindungan Anak?
Lembaga/Institusi yang harus memiliki Kebijakan Perlindungan Anak adalah lembaga atau institusi yang dalam tugas dan kerjanya berinteraksi langsung dengan anak, misalnya:
Lembaga pendidikan atau sekolah |
PAUD, TK, SD, SMP, SMU, Panti Asuhan, Pondok Pesantren, Asrama, dan lain-lain. |
Tempat bermain anak |
RPTRA, Playground |
Lembaga perlindungan anak |
P2TP2A, Posyandu, LSM Anak, dan lain-lain. |
Organisasi anak |
Forum Anak, Karang Taruna, dan lain-lain. |
Apa dasar hukum yang digunakan membuat Kebijakan Perlindungan Anak?
NN
Share :